MENGHILANGKAN CINTA KETENARAN (HUBB AS-SYAHRAH)
Orang yang hatinya cinta ketenaran maka tidak dapat merasakan manisnya kebersamaan dengan Allah SWT. Ketenaran bagi muslim awam adalah ketenaran dikalangan manusia, Ulama, Cendikiawan, para Tokoh, hartawan, maupun penguasa. Sedangkan ketenaran dikalangan Khawash adalah dikalangan para Wali, Malaikat, dan para Nabi-Nya. Sedangkan Allah SWT, menghendaki para kekasih-Nya, supaya membebaskan hatinya dari ingin diperhatikan oleh selain-Nya. Inilah hikmah dibalik ditakdirkannya kesalahan pada diri Nabi-Nabi dan Wali-Nya. Tujuannya supaya hatinya benar-benar kososng dari harapan pujian makhluk dan kebanggaan dihadapan hamba-hamba-Nya.
Allah SWT, tempatkan Nabi Yunus di perut Ikan (Nun), sebab meninggalkan umat untuk mencari objek dakwah yang baru, tanpa seizin Allah SWT. Maka dihadapan para Malaikat, maupun orang-orang mulia disisi Allah, seakan peristiwa itu kekurangan, kesalahan, kelalaian, padahal hakikatnya Allah SWT, menjadikannya sebagai pembelajaran bagi para petugas Allah SWT setelah Yunus, dan supaya ia menghilangkan segala macam harapan penghargaan, pujian, dan sebutan kemasyhuran dari makhluk-Nya. Dikala dalam kegelapan yang berlapis-lapis, maka Nabi Yunus, menafikan Ilah selain Allah, yang mana Ilahi dalam makna luas adalah keinginan mendapatkan penghargaan, pujian, kedudukan dimata makhluk, selain makna khsusunya yaitu sembahan, bahkan yang dicintai dan yang ditaati. Kemudian memuji kesucian Allah SWT, yang seluruh takdir-Nya tidak ada yang buruk, akan tetapi sebaliknya penuh dengan hikmah. Adapun sabab di telannya yunus, ia rasakan dan sadari benar-benar dari kezalimananya. Sehingga hatinya merasakan kehinaan dihadapan Allah dan hanya ingin mendapatkan penghargaan hanya dari Allah semata. Jeritan hati Nabi Yunus direkam oleh Allah SWT:
لاَ الهَ إِلَّا أنت سبحنك إنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ
Syaikh Ibn \’Atha`illah dalam Hikamnya:
ادفن وجودك في أرض الخمول فما نبت مما لم يدفن لا يتم نتاجه
\”Benamkan wujudmu dalam tanah ketidak terkenalan, maka tidaklah tumbunh dari benih yang tidak dibenamkan (ditanam), maka tidak sempurna hasilnya\”. (Hikmah ke-11, Hikam Ibn \’Atha`illah).
Maka ujian bagi calon murid yang Allah SWT, pilih untuk melanjutkan kemursyidannya setelah ia wafat, adalah yang lulus dari ujian berat dari Mursyidnya langsung. Ketika ia dalam keadaan suluk yang sempurna, dan khidmah yang ikhlas dan maksimal, maka kehormatan dan kebanggaannya dijatuhkan dihadapan murid-murid lainnya. Tujuannya supaya Mursyid menghantarkannya kepada Allah SWT, dengan melepaskan segala ikatan rasa dari hati kepada makhluk. Sehingga apabila ia telah ma\’rifatullah, kondisi kemasyhuran seorang Mursyid dengan berbagai pujian, penghargaan, sebutan (manaqib), baik dihadapan makhluk yang zahir, maupun makhluk yang batin yang tinggi dimensinya, tidak sedikit pun mempengaruhi hatinya dari musyahadah kepada Allah SWT.